Kamis, 30 November 2017

Kisah tafsir kyai Nusantara

Sekitar tahun 1830-an. Ada seorang Kyai jawa yang luar biasa luas ilmunya sangat tawadhu, yang tinggal di Syi'bi Ali makkah karena mendapat tekanan pengusiran dari Banten oleh penjajah belanda (karena dianggap simpatisan Pangeran Diponegoro). Mula-mula muridnya puluhan saja, lama-lama semakin banyak, ada santri-santri dari jawa minta dibuatkan syarah kitab-kitab fiqh yang bernuansa jawa agar lebih difahami, maka dikaranglah kitab syarah seperti : Sullam al-Munâjah (syarah Safînah al-Shalâh), Baĥjah al-Wasâil (syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah) al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb (syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb), Niĥâyah al-Zayyin (syarah Qurrah al-‘Ain), Marâqi al-‘Ubûdiyyah (syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah), Tîjân al-Darâry (syarah Matan al-Baijûry), Fath al-Mujîb (syarah Mukhtashar al-Khathîb), Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq (syarah Sulam al-Taufîq), Kâsyifah al-Sajâ (syarah Safînah al-Najâ) dll. Beliau juga menulis karangan dari pelbagai disiplin ilmu seperti tauhid, tashawuf, tajwid, hadits dll. Oleh santri-santri itu Kitab-kitab beliau lalu dicetak di mesir untuk diperbanyak dan disebar dijawa. Suatu ketika santri-santri itu bilang, " Kyai tulunglah pingin punya tafsir bernuansa jawa agar lebih difahami orang jawa." Tapi Sang Kyai Albantani butuh waktu lama untuk menulis Kitab tafsir ini sekalipun dorongan yang bertubi-tubi datang dari berbagai pihak. Karena khawatir terjerumus pada ancaman Nabi yang mengatakan “barang siapa berbicara tentang Al-Qur’an dengan ra’yunya, maka silahkan mengambil tempat di neraka”. Setelah beristikhoroh, sang Kyai akhirnya memutuskan untuk menulis Kitab tafsir itu sebagai upaya meneladani ulama’ salaf yang senantiasa menulis dan membukukan pemikiran-pemikirannya. Oleh sang santri kitab Tafsir itu dicetak lagi di Mesir dan beredar. Ada cendikiawan muda mesir ngga terima, karena mengarang tafsir itu nggak gampang, harus ahli tentang asbabun nuzul, ada ayat muqaddamah-muakhoroh, nahariyah-lailiyah, hadloriyah-safariyah, nasikhoh mansukhoh, mujmalah-mufassolah, muthlaqoh-muqoyyadah, apalagi sastra qowaid arabiyah, arudl, balaghoh, mantiq, hadits, asbabul wurud, dsb. Harus tahu ayat tasyri', ayatul ahkam, ayatul aqidah, ayatul uluhiyyah, ayatun nabawiyah, ayatul ma'ad, ayatul kaun, harus tahu semuanya. Pikirnya," Lha ini ada orang jawa buat kitab tafsir, tahunya dari mana??! " Maka cendikiawan itu datang ke percetakan, "Ini karangan siapa?! " Dijawab, "Syekh dari jawa, udah banyak tuh karangannya, " "Tolong, suruh datang ke mesir, kita debat tentang tafsir, sombong betul orang jawa bikin tafsir, Ayo kita bedah buku. " Singkat cerita sang kyai Jawa mendapat undangan bedah buku tentang kitab tafsirnya. Apa jawab sang Kyai? "Alhamdulillah, berarti kitab saya yang masih banyak salahnya itu akan dibetulkan... " begitu tawadlu beliau, akhlak diutamakan. ( coba kalo ustad/sarjana sekarang? Mungkin jawabnya, " Eeeh, ndlakdak kiye bocah wingi sore, Ayoh srog arep model apa? Lor apa kidul? ) Berangkatlah sang kyai membawa santrinya : Ahmad, naik kapal ke mesir, sampai mesir menyewa onta melewati padang pasir, kira-Kira kurang 5 km dari tempat pertemuan, beliau beristirahat. "Ahmad kita berbuka disini". Bekal dibuka isinya roti gandum kering di celup air putih. Lalu sang kyai menulis surat, lalu berkata, "Ahmad, baca ini, hafalkan! " lalu Sang Kyai sholat . Selesai sholat, sang kyai berkata, "Ahmad, kau mengganggap saya siapa? " " Tentu saja anda Guru saya yang harus ditaati", jawab Ahmad. "Betul begitu?" "Tentu saja kyai" "Baik, sekarang lepas pecimu", perintah sang Kyai. Ahmad melepas peci sambil kebingungan. "Sekarang Pakai ini", Sang kyai melepas peci sorbannya, diserahkan pada Ahmad. "Kyai??! ", Ahmad terhenyak. "Katanya nurut? " "Iya Kyai". "Lepas bajumu ". Maka baju Ahmad pun dipakai sang kyai lengkap hingga sandalnya. "Kyai, mana boleh saya pakai baju njenengan?! " "Katanya harus taat? " "Iya Kyai, tapi.. Astagfirullah.. Kalo begini Bagaimana ini Ya Allah ?? Begitulah, Kyai Nawawi banten memakai baju santrinya, sementara si santri memakai surban dan jubah kebesaran Sang Kyai duduk di atas onta sambil gemetaran karena dituntun Sang kyai sendiri.. Masya Allah.. Ditempat pertemuan, para hadirin berdiri menyambut kedatangan sang mufassir, Semua orang pingin bersalaman, mencium tangan, mengharapkan berkah dari " Ahli Tafsir " yang duduk diatas onta, sementara Sang Kyai yang menuntun onta, tak ada yang mencium tangannya. Karena dianggap pelayan si "Ahli tafsir ". Masuk ruang pertemuan, panitia memanggil: "Mana tadi pelayan Tuan Ahli Tafsir? Itu tolong bawa sandal tuanmu ya? Sang Kyaipun berjalan dibelakang "Tuan Ahli Tafsir" sambil membawa sandalnya. (La ilaha illallah.. Karena ini kelak Kyai Nawawi terkenal pernah membawakan sandal santrinya). Ahmad duduk diatas podium, dengan sorban dan jubah kebesaran, sementara sang kyai berdiri di belakangnya mengepit sandalnya. Mulailah ketua panitia pidato, : "Alhamdulillah ..sudah hadir di hadapan kita seorang Mufasir yang dikenal dengan nama Syekh Muhammad Nawawi Al Jawiy pengarang kitab Tafsir Muroh Labid, silakan kira tanyakan dan koreksi Tafsirnya, kita pertemukan satu kebenaran melalui tafsir beliau. Silakan Syekh.. " Naiklah Ahmad (melafadzkan teks pidato yang sudah ditulis Kyai Nawawi dan dihafalkan sebelumnya itu), "Assalamualaikum... Wr.wb. Saya ini orang jawa , maka tafsir yang saya buat adalah tafsir bernuansa jawa, sudah barang tentu bahasanya kurang baik bila diukur dengan kaidah bahasa arab. Karena itu saya sangat senang sekali diundang kesini karena tafsir saya yang salah akan dibenarkan semua. Alhamdulillah silakan anda semua bertanya apa saja tentang tafsir saya, saya siap!. Cuma karena saya capek baru saja melakukan perjalanan jauh, maka saya wakilkan jawabannya pada Santri yang bersama saya. "Santri..".Ahmad menoleh pada sang kyai, "tolong acara ini diteruskan sampean ya ?" "injih" Ahmad duduk, Kyai Nawawi berdiri. Sambil mengepit sandal Ahmad.. . Para panitia merasa dilecehkan, semua mangkel, "kurang ajar! Jauh-jauh diundang kesini malah diwakilkan santrinya" Lalu pada berunding, " Ayo kita jatuhkan saja! Dari ayat sekian ayat mutasyabihah, dikoreksi, ayat ini secara lughot bagaimana? Secara mantiq, balaghoh? Dan seterusnya... Baru kemudian secara asbabun nuzul, secara fiqih, ushul fiqh, ..teruss.. Ternyata Sampai 4 jam satu ayat belum selesai diterangkan Kyai Nawawi Banten! Semua Hadirin berdiri dan takbir.. Allahu Akbar ..Ini orang alim luar biasa, padahal baru santrinya apalagi syekhnya.. __________ Sebegitu hebatnya Imam Nawawi Albantaniy dengan kitab Tafsirnya yang monumental “al-Munir li Ma’alim at-Tanzil” atau dalam judul lain “Murah Labid Likasyfi Ma’na Qur’an Majid”. Sejajar dengan Tafsir Jalalain bagi santri-santri jawa. Bahkan atas kecemerlangannya dalam menulis tafsir itu, oleh ulama’ Mesir, Imam Nawawi diberi gelar Sayyidul ulama al-Hijaz (pemimpin ulama’ Hijaz) Tapi ternyata setiap menulis Kitabnya beliau selalu menyebut dirinya sebagai : Qola al muqoshshirul mudznib Berkata seorang yang belum bisa ibadah dan banyak dosa! Beliau nggak menulis gelarnya : Sarjana tafsir kek, sarjana theology apalah. *(Yusuf Suharto)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar